SELAMAT DATANG DI WEBSITE KOMISI TRANSPARANSI INDONESIA DAN SELAMAT BERGABUNG UNTUK MELAWAN SINDIKASI KORUPSI BERSAMA KOMISI TRANSPARANSI INDONESIA

Tuesday, July 22, 2014

Komisi Transparansi Indonesia

Komisi Transparansi Indonesia: KOMPARSI

Indonesia adalah sebuah Negara yang sudah mempunyai budaya korupsi yang telah mendara daging yang sangat sulit dilhindari dan dicega berbagai aspek, budaya ini sudah mucul 100 san tahun sejak Indonesia belum merdeka samapai sekarang, kalau kita lihat dari sejarah panjang Indonesia adalah sebuah Negara yang terjajah dan terexpolitasi dari semua aspek sehingga hal ini menjadi factor utama bagi Indonesia sulit untuk menghindari ranah korupsi kolusi dan nepotisme, Korupsi lahir di tengah situasi dimana budaya krabat dan turunan  politik mendominasi dalam pembuatan kebijakan publik di satu sisi dan tiadanya public accountability sebagai mekanisme pertanggungjawaban kekuasaan di sisi yang lain. Kondisi ini diperparah dengan sempitnya ruang partisipasi politik karena tidak adanya peluang dalam sistem politik yang dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban wakil rakyat di parlemen. Tali mandat antara pemilih dengan wakilnya di parlemen terputus karena para wakil rakyat yang dipilih melalui mekanisme pemilu justru mengabdi pada kepentingan partai politik dan kelompok kepentingan yang menjadi cukong politiknya, daripada menyuarakan kepentingan rakyat.

Realitas oligharki elit politik kian korup karena ditopang oleh struktur sosial paternalistik dan patriarkhis yang melahirkan ketidakberdayaan rakyat dalam mengontrol pemerintahan. Sebaliknya, kesadaran politik rakyat dikontrol oleh tokoh-tokoh yang sebagian besar adalah perpanjangan tangan kekuasaan. Perselingkuhan elit masyarakat dengan penguasa menyebabkan tiadanya peluang bagi rakyat untuk dapat mendesakkan kepentingannya.

Lemahnya kontrol publik memiliki dampak yang sangat luas terutama pada usaha reformasi birokrasi pemerintahan. Korupsi berkembang subur di birokrasi, terutama yang menjadi ujung tombak pelayanan mendasar kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, air minum, dan listrik. Dengan pelayanan yang buruk, publik harus membayar mahal. Kekuasaan politik tidak memiliki prioritas untuk membuat perubahan di birokrasi dan memperbaiki pelayanan kebutuhan dasar yang menjadi hak rakyat. Birokrasi justru menjadi mesin keuangan politik bagi kekuatan oligharki yang berkuasa.
Korupsi kian mencemaskan setelah implementasi Otonomi Daerah. Arah desentralisasi yang membawa semangat keadilan distributif sumber-sumber negara yang selama 32 tahun dikuasai secara otoriter oleh pemerintah pusat kini justru menjadi ajang distribusi korupsi dimana aktor dan areal korupsi kian meluas. Praktek korupsi tidak lagi terorganisir dan terpusat, tetapi sudah terfragmentasi seiring dengan munculnya pusat-pusat kekuasaan baru. 

Hukum yang seharusnya memberikan jaminan terwujudnya keadilan dan penegakan aturan juga tak luput dari ganasnya korupsi. Mafia peradilan kian merajalela dan lembaga peradilan tak ubah laksana lembaga lelang perkara yang membuat buncit perut aparat penegak hukum busuk. Rasa keadilan digadaikan oleh praktek suap menyuap. Intervensi politik terhadap proses hukum menyebabkan lembaga peradilan hanya menjadi komoditas politik kekuasaan. Tidak ada kasus korupsi yang benar-benar divonis setimpal dengan perbuatannya. Dengan kekuasaan uang dan perlindungan politik, koruptor dapat menghirup udara bebas tanpa perlu takut dijerat hukum. 

Tidak sedikitpun terlihat ada kemauan politik (will) dari pemerintah untuk memberantas praktek mega korupsi. Krisis ekonomi yang dituding banyak pihak merupakan akibat dari praktek korupsi tidak dijadikan pelajaran. Konglomerat akbar yang melakukan kejahatan ekonomi justru diproteksi. Utang bernilai triliunan yang seharusnya mereka bayar dibebankan kepada pemerintah yang memicu hilangnya mekanisme jaring pengaman sosial seperti penghapusan subsidi pendidikan, kesehatan, pupuk dan BBM. Korupsi telah menyebabkan kemiskinan struktural yang kronis. 

Korupsi membuat mekanisme pasar tidak berjalan. Proteksi, monopoli dan oligopoli menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan distorsi pada distribusi barang/jasa, dimana pengusaha yang mampu berkolaborasi dengan elit politik mendapat akses, konsesi dan kontrak-kontrak ekonomi dengan keuntungan besar. Persaingan usaha yang harus dimenangkan dengan praktek suap menyuap mengakibatkan biaya produksi membengkak. Ongkos buruh ditekan serendah mungkin sebagai kompensasi biaya korupsi yang sudah dikeluarkan pelaku ekonomi.

Busuknya sektor pemerintah dan sektor swasta karena korupsi hanya melahirkan kemiskinan, kebodohan dan ketidakberdayaan rakyat banyak. Korupsi yang terjadi karena perselingkuhan kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi membuat semakin lebarnya jurang kesejahteraan. Karena itulah KOMPARSI percaya bahwa pemberantasan korupsi akan berjalan efektif jika ada pelibatan yang luas dari rakyat sebagai korbannya. KOMPARSI mengambil posisi untuk bersama-sama rakyat membangun gerakan sosial memberantas korupsi dan berupaya mengimbangi persekongkolan kekuatan birokrasi pemerintah dan bisnis. Dengan demikian reformasi di bidang hukum, politik, ekonomi dan sosial untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang demokratis dan berkeadilan sosial dapat diwujudkan. 

KOMPARSI adalah lembaga nirlaba yang terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha-usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat/berpartisipasi aktif melakukan perlawanan terhadap praktek korupsi. KOMPARSI lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2000 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yang demokratis, bersih dan bebas korupsi. 

Visi KOMISI TRANSPARANSI IINDONESIA (KOMPARSI) :
Menguatnya posisi tawar rakyat untuk mengontrol negara dan turut serta dalam keputusan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang demokratis, bebas dari korupsi, berkeadilan ekonomi, sosial, serta jender.


Misi KOMISI TRANSPARANSI IINDONESIA:
adalah memberdayakan rakyat dalam:
  1. Memperjuangkan terwujudnya sistem politik, hukum, ekonomi dan birokrasi yang bersih dari korupsi dan berlandaskan keadilan sosial dan jender.
  2. Memperkuat partisipasi rakyat dalam proses pengambilan dan pengawasan kebijakan publik.
Dalam menjalankan misi tersebut, KOMPARSI mengambil peran sebagai berikut:
  1. Memfasilitasi penyadaran dan pengorganisasian rakyat dibidang hak-hak warganegara dan pelayanan publik.
  2. Memfasilitasi penguatan kapasitas rakyat dalam proses pengambilan dan pengawasan kebijakan publik.
  3. Mendorong inisiatif rakyat untuk membongkar kasus-kasus korupsi yang terjadi dan melaporkan pelakunya kepada penegak hukum serta ke masyarakat luas untuk diadili dan mendapatkan sanksi sosial.
  4. Memfasilitasi peningkatan kapasitas rakyat dalam penyelidikan dan pengawasan korupsi.
  5. Menggalang kampanye publik guna mendesakkan reformasi hukum, politik dan birokrasi yang kondusif bagi pemberantasan korupsi.
  6. Memfasilitasi penguatan good governance di masyarakat sipil dan penegakan standar etika di kalangan profesi.
Berpihak kepada masyarakat yang miskin secara ekonomi, politik dan budaya. Nilai :
1.       Keadilan sosial dan kesetaraan jender :

Setiap laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk berperan aktif dalam pemberantasan korupsi, memiliki hak dan peluang yang sama di dalam lembaga maupun dalam kaitannya dengan kesempatan yang sama untuk mengakses dan mengontrol sumber daya lembaga.

2. Demokratis:

   Setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam setiap pengambilan keputusan, perilaku       dan pikiran, wajib menjunjung nilai demokrasi.

3. Kejujuran.

Setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan wajib membeberkan setiap kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kewajibannya serta mengambil langkah-langkah untuk mengatasi benturan kepentingannya yang mungkin timbul.


Prinsip KOMPARSI :

1. Integritas
  • Setiap individu tidak pernah melakukan kejahatan pidana, politik, ekonomi dan hak asasi manusia.
  • Setiap individu tidak pernah membela atau melindungi koruptor.
  • Setiap individu tidak boleh menempatkan dirinya di bawah kepentingan finansial atau kewajiban lainnya dari pihak luar, baik individu maupun organisasi yang dapat mempengaruhinya dalam menjalankan tugas-tugas dan misi KOMPARSI
2.Akuntabilitas.

Setiap individu harus bertanggungjawab atas keputusan dan tindakan-tindakannya kepada rakyat dan harus tunduk pada pemeriksaan publik terhadap seluruh aktivitas di KOMPARSI


3. Independen.
  • Setiap individu tidak menjadi anggota ataupun pengurus salah satu partai politik.
  • Setiap individu bertindak objektif dalam menghadapi pejabat negara ataupun kelompok kepentingan tertentu.
  • Setiap individu tidak boleh membuat keputusan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan finansial atau materi bagi dirinya sendiri, keluarga dan sahabat-sahabatnya.

4. Obyektivitas dan kerahasiaan.
  • Setiap individu dalam mengambil keputusan dan tindakan harus semata-mata berdasarkan pertimbangan kebenaran dan keadilan.
  • Setiap individu wajib merahasiakan para identitas saksi dan pelapor kasus korupsi yang melaporkan kasus korupsi ke KOMPARSI.
5.Anti-Diskriminasi.KOMPARSI

Dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi, hak dan kewajiban di lembaga, setiap individu tidak melakukan diskriminasi baik berdasarkan agama, ras atau golongan.




No comments:

Post a Comment